Minggu, 17 April 2016

Analisis Perubahan Undang-Undang No 27 Tahun 2007 menjadi UU No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

 


ANALISIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 2007  MENJADI UU NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


            Negara Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan 17.504 pulau dan panjang garis pantai 95.181 km. Penduduk Indonesia 60% tinggal di pesisir. Pusat perkembangan ekonomipun berada di wilayah pesisir. Namun, pendidikan dan kesejahteraan penduduk pesisir masih sangat rendah. Sehingga pengelolaan potensi wilayah pesisir masih sangat rendah. Dinamika kehidupan masyarakat terus berkembang dan menuntut pedoman hukum yang semakin lengkap untuk menjamin pelaksanaan dan penegakan kebijakan yang efektif. Pedoman hukum yang dibuat tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan dunia politik, namun juga aspek lingkungan seperti wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
             Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keragaman potensi Sumber Daya Alam yang tinggi dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan penyangga kedaulatan bangsa. Oleh karena itu perlu dikelola secara berkelanjutan, berwawasaan global dengan memperhatikan aspirasi, partisipasi masyarakat dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum nasional. Akhirnya pada tahun 2007 pemerintah merumuskan Undang-Undang tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2007. Namun dari waktu ke waktu didapati bahwa Undang-Undang tersebut belum mampu memberikan kewenangan dan tanggung jawab negara secara memadai atas pengelolaan Perairan Pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga beberapa pasal perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat.
          Beberapa perubahan dilakukan mulai dari perubahan yang kecil terkait dengan EYD, struktur kalimat, penambahan pasal, perincian pasal menjadi beberapa butir, hingga perubahan esensial terkait makna dan istilah yang dijabarkan dalam perundang-undangan tersebut. Perubahan yang cukup vital tersebut adalah mengenai HP-3 yaitu Hak Penguasaan Pesisir yang kemudian diperbarui menjadi Izin Lokasi melalui UU No.1 Tahun 2004. Istilah Hak Penguasaan Pesisir (HP-3) dianggap belum mewakili kebijakan pemerintah karena istilah Hak memunculkan kesan bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan pesisir tidak terdapat kesempatan dari pemerintah untuk dapat menuntut apa-apa terkait pengelolaan wilayah pesisir yang telah dilakukan. Sehingga pihak pengelola pesisir seakan-akan tidak memiliki tanggung jawab apa-apa kepada pemerintah atas apa yang telah dilakukan. Hal ini tentu menjadi suatu kendala bagi pemerintah dalam mengontrol bagaimana seharusnya pengelolaan wilayah pesisir dilakukan. Hal ini merupakan suatu manifestasi bahwa sejatinya seluruh kekayaan alam dan sumber daya yang ada di bumi pertiwi Indonesia ini merupakan milik Negara dan sudah seharusnya berbagai pengelolaannya juga dipertanggungjawabkan kembali kepada Negara.
          Di dalam UU No.1 Tahun 2014 juga disebutkan aturan mengenai rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam hal pemberian izin lokasi. Dalam peraturan sebelumnya HP-3 diberikan untuk jangka waktu 20 tahun, sedangkan dalam peraturan ini pemegang Izin Lokasi akan di evaluasi di 2 tahun pertama sejak diterbitkannya izin, apabila pemegang izin tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka waktu tersebut maka akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan Izin Lokasi. Selain itu sanksi bagi pihak yang melakukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tanpa memiliki izin lokasi akan dikenai nominal denda dan kurungan masa tahanan yang lebih lama daripada yang tertera pada peraturan sebelumnya.
          Secara garis besar, rangkuman beberapa perubahan yang dilakukan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sebagai berikut :
1.      Meringkas struktur kalimat menjadi lebih efektif dan lebih mudah dipahami oleh pembaca, memperbaiki EYD dari salah satu kata, penambahan kata untuk mempertegas makna, serta penambahan istilah baru untuk memperjelas dan melengkapi makna kalimat yang dimaksud.
Pasal-pasal yang diubah adalah : Ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 17, Pasal 23, Pasal 1 angka 19, Pasal 1 angka 30, Pasal 1 angka 23, Pasal 1 angka 26, Pasal 1 angka 28, Pasal 1 angka 29, Pasal 1 angka 31, Pasal 1 angka 32, Pasal 1 angka 38, Pasal 1 angka 33, ayat (1) dan ayat (7) Pasal 14, ayat (2) Pasal 63, dan Pasal 1 angka 44.
2.      Penggantian istilah dan peraturannya. Yakni terkait istilah "Hak Pengusahaan Perairan Pesisir" menjadi "Izin Lokasi", seperti yang sudah dijabarkan di atas.
Ketentuan Pasal 1 angka 18 :             
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir, selanjutnya disebut HP-3, adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.
menjadi
Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian Perairan Pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil.
3.      Pengubahan pasal-pasal yang berhubungan dengan "Izin lokasi" yang dibahas pada Ketentuan Pasal 1 angka 18, baik menyangkut peraturan hingga sanksi akibat penelantaran pengelolaan wilayah pesisir
Pasal tersebut adalah : Ketentuan Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 60 dan Pasal 75.
4.      Penggantian judul Bagian Kesatu pada Bab V diubah dari "Hak Pengusahaan Perairan Pesisir" sehingga menjadi "Izin".
5.      Penambahan dan perincian pasal menjadi beberapa butir untuk memperjelas makna dan melengkapi perundang-undangan.
·         Ketentuan Pasal 1 angka 27A,
·         Pasal 22A, Pasal 22B, dan Pasal 22C,
·         Pasal 75A,
·         Pasal 78A dan Pasal 78B,
·         Pasal 18A,
·         Pasal 30, Ketentuan ayat (2) Pasal 63, Ketentuan Pasal 71 diubah dan dirinci lagi pasal-pasalnya menjadi beberapa butir.

          Pengelolaan wilayah pesisir seharusnya memegang teguh pada prinsip di kuasai oleh negara dan sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Penyusunan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 sebagai perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 yang salah satunya mengenai penggantian HP-3 menjadi izin lokasi dan izin pengelolaan.
          Perubahan tersebut merupakan suatu langkah untuk menjadi yang lebih baik, termasuk perubahan Undang-Undang ini. Keberadaan UU No.1 Tahun 2014 ini diharapkan dapat memberikan pelindungan yang lebih baik terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia serta dapat dijadikan acuan untuk membangun wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ke arah yang lebih baik. Perubahan tersebut diharapkan terjalin kerjasama yang sinergis dari berbagai pihak baik masyarakat, badan hukum dan pemerintah untuk mengelola wilayah pesisir yang berkelanjutan dan terpadu yang digunakan untuk kemakmuran rakyat.